PERATURAN DAN REGULASI ETIKA PROFESIONALISME TSI


  • PERATURAN DAN REGULASI
Peraturan merupakan buah kesepakatan untuk membuat pedoman bagi masyarakat agar terciptanya kebiasaan hidup dengan tertib dan teratur di lingkungan sekitar. Hal ini berfungsi juga agar manusia tidak dibiasakan melakukan kegiatan negative.
Regulasi ialah berkenaan dengan pengendalian terhadap aturan yang disepakati dengan memberikan pembatasan  Penting sekali memberikan suatu batasan terhadap aturan yang telah disepakati dan dieratkan kepada hukum yang berlaku, agar terciptanya peraturan yang jelas dan masyarakat yang mematuhinya mengetahui batas ukuran dalam suatu aturan.
  • DEFINISI CYBERLAW
Hukum Siber (Cyber Law) adalah istilah hukum yang terkait dengan pemanfaatan teknologi informasi. Istilah lain yang juga digunakan adalah hukum Teknologi Informasi (Law of Information Techonology) Hukum Dunia Maya (Virtual World Law) dan Hukum Mayantara. Istilah-istilah tersebut lahir mengingat kegiatan internet dan pemanfaatan teknologi informasi berbasis virtual. Istilah hukum siber digunakan dalam tulisan ini dilandasi pemikiran bahwa cyber jika diidentikan dengan “dunia maya” akan cukup menghadapi persoalan ketika terkait dengan pembuktian dan penegakan hukumnya. Mengingat para penegak hukum akan menghadapi kesulitan jika harus membuktikan suatu persoalan yang diasumsikan sebagai “maya”, sesuatu yang tidak terlihat dan semu (Ahmad,2006)

Di internet hukum itu adalah cyber law, hukum yang khusus berlaku di dunia cyber. Secara luas cyber law bukan hanya meliputi tindak kejahatan di internet, namun juga aturan yang melindungi para pelaku e-commerce, e-learning; pemegang hak cipta, rahasia dagang, paten, e-signature; dan masih banyak lagi.

Definisi cyber law yang diterima semua pihak adalah milik Pavan Dugal dalam bukunya Cyberlaw The Indian Perspective (2002). Di situ Dugal mendefinisikan "Cyberlaw is a generic term, which refers to all the legal and regulatory aspects of Internet and the World Wide Wide. Anything concerned with or related to or emanating from any legal aspects or issues concerning any activity of netizens and others, in Cyberspace comes within the amit of Cyberlaw". Disini Dugal mengatakan bahwa Hukum Siber adalah istilah umum yang menyangkut semua aspek legal dan peraturan Internet dan juga World Wide Web. Hal apapun yang berkaitan atau timbul dari aspek legal atau hal-hal yang berhubungan dengan aktivitas para pengguna Internet aktif dan juga yang lainnya di dunia siber, dikendalikan oleh Hukum Siber. (Magdalena, 2007).

  • LATAR BELAKANG TERBENTUKNYA CYBERLAW

Cyber law erat lekatnya dengan dunia kejahatan. Hal ini juga didukung oleh globalisasi. Zaman terus berubah-ubah dan manusia mengikuti perubahan zaman itu. Perubahan itu diikuti oleh dampak positif dan dampak negatif. Ada dua unsur terpenting dalam globalisasi. Pertama, dengan globalisasi manusia dipengaruhi dan kedua, dengan globalisasi manusia mempengaruhi (jadi dipengaruhi atau mempengaruhi) (Robintan,2002)

Cyber Law di Indonesia

Indonesia telah resmi mempunyai undang-undang untuk mengatur orang-orang yang tidak bertanggung jawab dalam dunia maya. Cyber Law-nya Indonesia yaitu undang–undang tentang  Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).

Di berlakukannya undang-undang ini, membuat oknum-oknum nakal ketakutan karena denda yang diberikan apabila melanggar tidak sedikit kira-kira 1 miliar rupiah karena melanggar pasal 27 ayat 1 tentang muatan yang melanggar kesusilaan. sebenarnya UU ITE (Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik) tidak hanya membahas situs porno atau masalah asusila. Total ada 13 Bab dan 54 Pasal yang mengupas secara mendetail bagaimana aturan hidup di dunia maya dan transaksi yang terjadi didalamnya. Sebagian orang menolak adanya undang-undang ini, tapi tidak sedikit yang mendukung undang-undang ini.

Dibandingkan dengan negara-negara lain, indonesia termasuk negara yang tertinggal dalam hal pengaturan undang-undang ite. Secara garis besar UU ITE mengatur hal-hal sebagai berikut :
  1. Tanda tangan elektronik memiliki kekuatan hukum yang sama dengan tanda tangan konvensional
  2. (tinta basah dan bermaterai). Sesuai dengan e-ASEAN Framework Guidelines (pengakuan tanda
  3. tangan digital lintas batas).
  4. Alat bukti elektronik diakui seperti alat bukti lainnya yang diatur dalam KUHP.
  5. UU ITE berlaku untuk setiap orang yang melakukan perbuatan hukum, baik yang berada di wilayah
  6. Indonesia maupun di luar Indonesia yang memiliki akibat hukum di Indonesia.
  7. Pengaturan Nama domain dan Hak Kekayaan Intelektual.
  8. Perbuatan yang dilarang (cybercrime) dijelaskan pada Bab VII (pasal 27-37):
          - Pasal 27 (Asusila, Perjudian, Penghinaan, Pemerasan
          - Pasal 28 (Berita Bohong dan Menyesatkan, Berita Kebencian dan Permusuhan) 
          - Pasal 29 (Ancaman Kekerasan dan Menakut-nakuti
          - Pasal 30 (Akses Komputer Pihak Lain Tanpa Izin, Cracking) 
          - Pasal 31 (Penyadapan, Perubahan, Penghilangan Informasi) 
          - Pasal 32 (Pemindahan, Perusakan dan Membuka Informasi Rahasia) 
          - Pasal 33 (Virus, Membuat Sistem Tidak Bekerja (DOS)) 
          - Pasal 35 (Menjadikan Seolah Dokumen Otentik (phising))

  • CONTOH PERBEDAAN CYBERLAW DI BERBAGAI NEGARA
a. CYBER LAW NEGARA INDONESIA
Inisiatif untuk membuat “cyberlaw” di Indonesia sudah dimulai sebelum tahun 1999. Fokus utama waktu itu adalah pada “payung hukum” yang generik dan sedikit mengenai transaksi elektronik. Pendekatan “payung” ini dilakukan agar ada sebuah basis yang dapat digunakan oleh undang-undang dan peraturan lainnya. Namun pada kenyataannya hal ini tidak terlaksana. Untuk hal yang terkait dengan transaksi elektronik, pengakuan digital signature sama seperti tanda tangan konvensional merupakan target. Jika digital signature dapat diakui, maka hal ini akan mempermudah banyak hal seperti electronic commerce (e-commerce), electronic procurement (e-procurement), dan berbagai transaksi elektronik lainnya. Namun ternyata dalam perjalanannya ada beberapa masukan sehingga hal-hal lain pun masuk ke dalam rancangan “cyberlaw” Indonesia. Beberapa hal yang mungkin masuk antara lain adalah hal-hal yang terkait dengan kejahatan di dunia maya (cybercrime), penyalahgunaan penggunaan komputer, hacking, membocorkan password, electronic banking, pemanfaatan internet untuk pemerintahan (e-government) dan kesehatan, masalah HaKI, penyalahgunaan nama domain, dan masalah privasi. Nama dari RUU ini pun berubah dari Pemanfaatan Teknologi Informasi, ke Transaksi Elektronik, dan akhirnya menjadi RUU Informasi dan Transaksi Elektronik. Di luar negeri umumnya materi ini dipecah-pecah menjadi beberapa undang-undang. 

b. CYBER LAW NEGARA MALAYSIA 
Digital Signature Act 1997 merupakan Cyberlaw pertama yang disahkan oleh parlemen Malaysia. Tujuan Cyberlaw ini, adalah untuk memungkinkan perusahaan dan konsumen untuk menggunakan tanda tangan elektronik (bukan tanda tangan tulisan tangan) dalam hukum dan transaksi bisnis. Para Cyberlaw berikutnya yang akan berlaku adalah Telemedicine Act 1997. Cyberlaw ini praktisi medis untuk memberdayakan memberikan pelayanan medis / konsultasi dari lokasi jauh melalui menggunakan fasilitas komunikasi elektronik seperti konferensi video. 

c. CYBER LAW NEGARA SINGAPORE The Electronic Transactions Act telah ada sejak 10 Juli 1998 untuk menciptakan kerangka yang sah tentang undang-undang untuk transaksi perdagangan elektronik di Singapore. Di Singapore masalah tentang privasi, CyberCrime, spam, muatan online, copyright, kontrak elektronik sudah ditetapkan. Sedangkan perlindungan konsumen dan penggunaan nama domain belum ada rancangannya tetapi online dispute resolution sudah terdapat rancangannya. 3. RUU Tentang Informasi & Transaksi Elektronik (ITE) Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik adalah ketentuan yang berlaku untuk setiap orang yang melakukan perbuatan hukum sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini, baik yang berada di wilayah hukum Indonesia maupun di luar wilayah hukum Indonesia, yang memiliki akibat hukum di wilayah hukum Indonesia dan/atau di luar wilayah hukum Indonesia dan merugikan kepentingan Indonesia. Secara umum, materi Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) dibagi menjadi dua bagian besar, yaitu pengaturan mengenai informasi dan transaksi elektronik dan pengaturan mengenai perbuatan yang dilarang. Pengaturan mengenai informasi dan transaksi elektronik mengacu pada beberapa instrumen internasional, seperti UNCITRAL Model Law on eCommerce dan UNCITRAL Model Law on eSignature. Bagian ini dimaksudkan untuk mengakomodir kebutuhan para pelaku bisnis di internet dan masyarakat umumnya guna mendapatkan kepastian hukum dalam melakukan transaksi elektronik. Beberapa materi yang diatur, antara lain: 
a. Pengakuan informasi/dokumen elektronik sebagai alat bukti hukum yang sah (Pasal 5 & Pasal 6 UU ITE); b. Tanda tangan elektronik (Pasal 11 & Pasal 12 UU ITE); 
c. Penyelenggaraan sertifikasi elektronik (certification authority, Pasal 13 & Pasal 14 UU ITE); dan 
d. Penyelenggaraan sistem elektronik (Pasal 15 & Pasal 16 UU ITE); 

Beberapa materi perbuatan yang dilarang (cybercrimes) yang diatur dalam UU ITE, antara lain: 
a. Konten ilegal, yang terdiri dari : kesusilaan, perjudian, penghinaan/pencemaran nama baik, pengancaman dan pemerasan (Pasal 27, Pasal 28, dan Pasal 29 UU ITE);
b. Akses ilegal (Pasal 30); 
c. Intersepsi ilegal (Pasal 31); 
d. Gangguan terhadap data (data interference, Pasal 32 UU ITE); 
e. Gangguan terhadap sistem (system interference, Pasal 33 UU ITE); 
f. Penyalahgunaan alat dan perangkat (misuse of device, Pasal 34 UU ITE)



http://baddyisme.blogspot.co.id/2016/04/tugas-etika-profesionalisme-tsi-minggu.html

Komentar

Postingan populer dari blog ini

ABSTRAK DAN DAFTAR PUSTAKA

Membuat Garis Vertikal,Horizontal dan Diagonal Menggunakan DEV C++ dan Library OpenGL

Firma (FA)